Di dalam dunia ini peran pers meliputi semua unsur. Maka manusia sangat membutuhkan peran pers di tengah-tengah masyarakat. Hal itu dikatakan Kajati Sumut Sution Usman Adjie dalam acara “Optimalisasi Peran Jurnalistik Dalam Penegakan dan Pelayanan Supremasi Hukum”, Jumat (18/2). Namun, Humas Pengadilan Negeri Medan, Jhonny Sitohang, mengatakan bahwa dengan adanya keistimewaan pers, tidak menjadi ukuran bahwa per situ kebal terhadap hukum.
Dalam acara yang dilselenggarakan Panguyuban Wartawan Hukum bekerjsama dengan PT Jamsostek, berlangsung di Grand Antrares Hotel Jalan SM Raja Medan dengan diikuti oleh ratusan peserta.
Sebagai pembicara dalam acara diskusi publik itu, Kajati Sumut Sution Usman Adjie, Humas Pengadilan Negeri Medan Jhonny Sitohang dan Wakil Ketua Pembelaan PWI Sumut Martohab Sumarsoit, mereka begitu gamblang memaparkan terkait optimalisasi peran pers dalam penegakan supremasi hukum.
“Dari berita lah, kita akan mengetahui adanya jaksa nakal, hakim nakal. Ini sangat membantu saya, sebagai pimpina. Tidak semua yang bisa terpantau, dengan adanya pers ini sangat membantu,” ujarnya.
Sution juga mengatakan, jika selama ini banyak pihak yang mengatakan pers suka membuat sensasi dalam pemberitaan, hal itu wajar saja.
“Silakan saja membuat sensasi itu, kalau nggak, nanti medianya nggak laku,” ujarnya.
Namun, tambahnya, hal yang seperti itu harus bisa dipertanggungjawabkan dan juga tetap menjunjung etika jurnalistik. Selain itu, perlu keseimbangan.
“Selama ini saya kebanyakan diserang. Seharusnya kan seimbang, saya juga harusnya dibantu,” ujarnya.
Sution mengakui, negara tanpa pers negara akan lumpuh. Kalau mengandalkan pejabat berbicara untuk disampaikan sesuatu kebijakan ke masyarakat tentunya akan memakan waktu lama.
Kajati Sumut juga member pesan kepada wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya harus memiliki etika.
“Lihatlah waktu yang tepat. Jangan asal Tanya saja. Siapa yang diwawancarai, usianya berapa,”ujarnya.
Jhonny Sitohang, Humas PN Medan menyatakan, kebebasan pers dijamin oleh Undang-undang. Mantan wartawan ini berharap kepada pers jangan gentar dalam menulis berita yang benar.
“Per situ merdeka. Terserah anda mau memberitakan atau tidak. Itu kembali kepada anda. Tentunya ada pertimbangan di diri anda, ada yang harus diberitakan, ada yang tidak,” ujarnya.
Mengenai adanya tudingan wartawan nakal, Jhonny Sitohang SH MH mengatakan, hal ini hanya perbuatan oleh segelintir oknum saja.
“Per situ sebagai teladan masyarakat, jangan malah sebaliknya. Lakukanlah sesuai UU, jangan malah melakukan yang bertentangan. Bukan saja, wartawan yang nakal, hakim dan jaksa juga ada,” ucapnya.
Jhonny juga mengatakan kalau ada pihak yang membenci keberadaan pers, perlu dipertanyakan. Pasti ada yang tidak beres dalam dirinya.
Martohap Sumarsoit, Wakil Ketua Pembelaan PWI Sumut mengakui pasca reformasi ini kebebasan pers sudah sangat kebablasan.
Namun, Martohab juga menyayangkan keringnya keberadaan nasra sumber di Medan ini. Sehingga wartawan sangat kesulitan untuk menghasilkan produk jurnalistik yang diangkat dari berbagai sisi.
“Sehingga terciptalah berita yang praktis. Ini lah keadaannya di Medan ini, berbeda dengan Jakarta. Nara sumber di sini sangat sulit dimintai pendapatnya,” ujarnya
Dalam acara yang dilselenggarakan Panguyuban Wartawan Hukum bekerjsama dengan PT Jamsostek, berlangsung di Grand Antrares Hotel Jalan SM Raja Medan dengan diikuti oleh ratusan peserta.
Sebagai pembicara dalam acara diskusi publik itu, Kajati Sumut Sution Usman Adjie, Humas Pengadilan Negeri Medan Jhonny Sitohang dan Wakil Ketua Pembelaan PWI Sumut Martohab Sumarsoit, mereka begitu gamblang memaparkan terkait optimalisasi peran pers dalam penegakan supremasi hukum.
“Dari berita lah, kita akan mengetahui adanya jaksa nakal, hakim nakal. Ini sangat membantu saya, sebagai pimpina. Tidak semua yang bisa terpantau, dengan adanya pers ini sangat membantu,” ujarnya.
Sution juga mengatakan, jika selama ini banyak pihak yang mengatakan pers suka membuat sensasi dalam pemberitaan, hal itu wajar saja.
“Silakan saja membuat sensasi itu, kalau nggak, nanti medianya nggak laku,” ujarnya.
Namun, tambahnya, hal yang seperti itu harus bisa dipertanggungjawabkan dan juga tetap menjunjung etika jurnalistik. Selain itu, perlu keseimbangan.
“Selama ini saya kebanyakan diserang. Seharusnya kan seimbang, saya juga harusnya dibantu,” ujarnya.
Sution mengakui, negara tanpa pers negara akan lumpuh. Kalau mengandalkan pejabat berbicara untuk disampaikan sesuatu kebijakan ke masyarakat tentunya akan memakan waktu lama.
Kajati Sumut juga member pesan kepada wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya harus memiliki etika.
“Lihatlah waktu yang tepat. Jangan asal Tanya saja. Siapa yang diwawancarai, usianya berapa,”ujarnya.
Jhonny Sitohang, Humas PN Medan menyatakan, kebebasan pers dijamin oleh Undang-undang. Mantan wartawan ini berharap kepada pers jangan gentar dalam menulis berita yang benar.
“Per situ merdeka. Terserah anda mau memberitakan atau tidak. Itu kembali kepada anda. Tentunya ada pertimbangan di diri anda, ada yang harus diberitakan, ada yang tidak,” ujarnya.
Mengenai adanya tudingan wartawan nakal, Jhonny Sitohang SH MH mengatakan, hal ini hanya perbuatan oleh segelintir oknum saja.
“Per situ sebagai teladan masyarakat, jangan malah sebaliknya. Lakukanlah sesuai UU, jangan malah melakukan yang bertentangan. Bukan saja, wartawan yang nakal, hakim dan jaksa juga ada,” ucapnya.
Jhonny juga mengatakan kalau ada pihak yang membenci keberadaan pers, perlu dipertanyakan. Pasti ada yang tidak beres dalam dirinya.
Martohap Sumarsoit, Wakil Ketua Pembelaan PWI Sumut mengakui pasca reformasi ini kebebasan pers sudah sangat kebablasan.
Namun, Martohab juga menyayangkan keringnya keberadaan nasra sumber di Medan ini. Sehingga wartawan sangat kesulitan untuk menghasilkan produk jurnalistik yang diangkat dari berbagai sisi.
“Sehingga terciptalah berita yang praktis. Ini lah keadaannya di Medan ini, berbeda dengan Jakarta. Nara sumber di sini sangat sulit dimintai pendapatnya,” ujarnya