Bubarkan Satpol PP |
Akibat sering mendapat kekerasan dari Satpol PP, puluhan anak punk jalanan berkumpul di Bundaran SIB, meminta agar Satpol PP dibubarkan.Dengan berpakaian nyentrik mereka membawa karton bertuliskan tentang kekerasan yang mereka alami. Unjuk rasa ini juga diiringi oleh nyanyian-nyanyian sindiran terhadap Negara yang tidak tegas menindak pelaku kekerasan.
“Kami tidak percaya lagi pada Satpol PP, mereka telah mengambil ponsel, uang dan melakukan kekerasan terhadap kawan kami di kawasan Titi Kuning. Kalau ini tidak ditangkap. Maka, dibubarkan saja lah. Karena tidak ada lagi gunanya. Seharusnya mereka merupakan pengontrol keamanan.” Ujar Koordinator Aksi, Kutek, Senin (7/3).
Ia mengatakan hidup ini memiliki kebebasan. Hal itu adalah keinginan setiap orang. Meski pun begitu, mereka masih mengetahui batas-batas kewajaran, hingga mereka juga masih melakukan pencegahan terhadap kebebasan hingga jangan sampai kebablasan.
“Kami selalu dijadikan sasaran sifat arogan Satpol PP. Mereka merazia, menangkap bukan melakukan pembinaan melainkan hanya untuk menjarah barang kami,” ujarnya.
Ia bilang, memang tidak semua orang pernah mendapatkan kekerasan dari Satpol PP. Namun, apa yang mereka alami selama ini sudah jauh di luar batasan Hak Azasi Manusia.
“Kami hanya bisa melakukan penyadaran. Kami akan memaparkan kepada masyarakat kekerasan selalu mendapatkan kekerasan tanpa alasan,” ujarnya. Kutek bilang, ia tidak akan melaporkan kekerasan yang dialami oleh teman-temannya ke lembaga bantuan hukum, karena hal itu juga sebuah politik.
“Kami tidak percaya dengan lembaga-lembaga hukum. Karena sifatnya hanya sebatas kompromi. Ada hal politik di situ. Maka, hari ini kami hanya melakukan opini saja,” katanya. Boby, korban kekerasan oleh Satpol PP menuturkan bahwa saat pertama kali ia mendapatkan kekerasan, waktu itu dia sudah menyerahkan diri. Ia sempat memberiktahukan bahwa dirinya sudah berkeluarga.
“Namun, mereka secara membabibuta memukuli kami. Saat di kantor Satpol PP di Pinang Baris, kami dipaksa telanjang, barang-barang kami dirampas, itu yang sering kami alami,” ujarnya.
“Kami tidak percaya lagi pada Satpol PP, mereka telah mengambil ponsel, uang dan melakukan kekerasan terhadap kawan kami di kawasan Titi Kuning. Kalau ini tidak ditangkap. Maka, dibubarkan saja lah. Karena tidak ada lagi gunanya. Seharusnya mereka merupakan pengontrol keamanan.” Ujar Koordinator Aksi, Kutek, Senin (7/3).
Ia mengatakan hidup ini memiliki kebebasan. Hal itu adalah keinginan setiap orang. Meski pun begitu, mereka masih mengetahui batas-batas kewajaran, hingga mereka juga masih melakukan pencegahan terhadap kebebasan hingga jangan sampai kebablasan.
“Kami selalu dijadikan sasaran sifat arogan Satpol PP. Mereka merazia, menangkap bukan melakukan pembinaan melainkan hanya untuk menjarah barang kami,” ujarnya.
Ia bilang, memang tidak semua orang pernah mendapatkan kekerasan dari Satpol PP. Namun, apa yang mereka alami selama ini sudah jauh di luar batasan Hak Azasi Manusia.
“Kami hanya bisa melakukan penyadaran. Kami akan memaparkan kepada masyarakat kekerasan selalu mendapatkan kekerasan tanpa alasan,” ujarnya. Kutek bilang, ia tidak akan melaporkan kekerasan yang dialami oleh teman-temannya ke lembaga bantuan hukum, karena hal itu juga sebuah politik.
“Kami tidak percaya dengan lembaga-lembaga hukum. Karena sifatnya hanya sebatas kompromi. Ada hal politik di situ. Maka, hari ini kami hanya melakukan opini saja,” katanya. Boby, korban kekerasan oleh Satpol PP menuturkan bahwa saat pertama kali ia mendapatkan kekerasan, waktu itu dia sudah menyerahkan diri. Ia sempat memberiktahukan bahwa dirinya sudah berkeluarga.
“Namun, mereka secara membabibuta memukuli kami. Saat di kantor Satpol PP di Pinang Baris, kami dipaksa telanjang, barang-barang kami dirampas, itu yang sering kami alami,” ujarnya.